Jaman Sekarang, Ijazah Sudah Mulai Berkurang Perannya, Oleh Karena Itu Jangan Terlalu Mengandalkan Ijazah Yang Kita Punya
Hidup di jaman sekarang memang tidak lagi membutuhkan selembar kertas mahal bernama ijazah. Era modern lebih membutuhkan kemampuan untuk memberdayakan potensi diri demi menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan banyak orang.
Pendidikan tetap perlu, namun bukan pokok
Meskipun begitu, jenjang pendidikan tetap diperlukan juga. Bukan untuk fokus menimba ilmu, namun lebih untuk membangun relasi dan jaringan yang akan bermanfaat di masa mendatang. Seperti alasan di atas, potensi diri jauh lebih superior dibanding nilai-nilai akademis.
Sekali lagi, ini adalah konsep hidup di jaman sekarang. Karena skill individu bila dipadukan dengan jaringan yang luas, akan menciptakan hasil yang luar biasa.
Pendidikan itu menyeragamkan, bukan mengeksplorasi potensi
Selain mempunyai misi mencerdaskan bangsa dan negara, semua institusi pendidikan mempunyai satu kesamaan sistem: menyeragamkan kemampuan satu siswa dengan siswa yang lain. Konsep “aneh” seperti ini tidak efektif dan bahkan berpotensi merusak mental seorang siswa yang sebenarnya berpotensi. Seorang siswa bisa saja menjadi rendah diri hanya karena dia paling bodoh di pelajaran Matematika di kelasnya. Padahal di sisi lain, dia sangat berbakat di cabang lompat tinggi.
Jalan keluarnya, kalau kamu memang merasa tidak mampu mengikuti pelajaran Matematika dengan baik, jangan dipaksakan. Kamu cukup pintar saja dalam hal tambah, kurang, bagi, dan kali sebagai bekal menghitung keuangan di masa depan. Berusahalah berdamai dengan kelemahanmu, dan kembangkan bakat terpendammu.
Jangan sampai kamu mati-matian memperbaiki kelemahan, sementara kamu benar-benar lupa dengan potensi yang kamu punya. Buka lebar-lebar bakatmu itu untuk menutupi kelemahanmu di depan orang lain.
Era indie
Sekarang aku dan kamu sedang hidup di era indie. Indie bukan hanya soal musik dan film. Indie adalah tentang kemandirian setiap orang dalam menjual bakat tanpa harus bergantung pada arus kapitalis yang sudah lama ada. Bidang musik dan film indie sudah banyak mencontohkan tentang hal ini, bahwa membuat lagu dan film tidak harus bergantung pada label-label besar, bahwa konser di luar negeri dan memenangkan penghargaan internasional tidak harus melalui jalan “resmi”.
Contoh lain yang lebih sederhana, kamu tidak perlu melamar jadi supir taksi hanya karena ingin pintar menyetir, kamu yang cerdas merangkai kata tak perlu mengemis ke penerbit karena ingin sekali memasarkan sebuah buku. Bahkan, kamu yang ditakdirkan memiliki wajah di atas rata-rata bisa “menjualnya” ke fiverr.com untuk membuat cemburu pacar orang. Gila? Tidak, ini adalah soal kreatifitas.
Ini semua adalah soal passion
Steve Jobs (pendiri Apple), Richard Branson (pendiri Virgin Atlantic Airways, Virgin Record, dan Virgin Mobile), Dave Thomas (pendiri dan CEO Wendy’s), Larry Ellison (CEO Oracle), adalah segelintir orang-orang yang tidak pernah mengandalkan ijazah untuk sukses. Orang Indonesia? Banyak. Diantaranya adalah Adam Malik (mantan menteri Indonesia), Abdullah Gymnastiar (AA Gym – ulama dan wirausahawan), Andrie Wongso (motivator), Purdi E Chandra (pendiri lembaga bimbingan belajar Primagama), Hendy Setiono (kebab Baba Rafi), dan Andy “Kick Andy” F Noya.
Ini semua adalah tentang potensi yang ada di dalam diri masing-masing individu. Saat ini kamu sedang berdiri di jaman dimana kamu bisa melakukan apa saja yang kamu mau, dengan cara yang sama sekali tidak pernah kamu duga sebelumnya. Jadi, mulailah dengan mengenali potensi yang tersembunyi, gali dan terus kembangkan.
Sudah bukan saatnya lagi kita diseragamkan, sudah sangat ketinggalan jaman kalau kita terus saja ingin menjadi orang lain. Karena cepat atau lambat, kita hanya harus menjadi diri sendiri.
Sekali lagi, kita sedang menjalani era dimana kesuksesan tidak diukur dari seberapa tinggi nilai ijazahmu. Kita sedang hidup dimana semua orang mengharapkan potensi luar biasa yang ada dalam dirimu.